Memandang-mu slalu, tuk mengingatkan-ku

Memandang-mu  slalu,   tuk mengingatkan-ku

Laman

Selasa, 09 Oktober 2012

KAPAN DAN BAGAIMANA KITA MULAI

              Kasus Lewonara-Riangbunga sepertinya menyadarkan saya akan kasus Kepala Desa Lamabunga, dimana kedua kasus ini memiliki beberapa kesamaan diantaranya adalah;
1. Keterlibatan Bupati secara langsung dengan ada dan keberadaan kedua kasus ini, dimana seperti yang kita ketahui sekitar tiga bulan yang lalu Bupati mengunjungi Dusun Riangbunga dalam rangka meresmikan Dusun Riangbunga menjadi Desa Riangbunga, akan tetapi dalam perjalanannya, Bupati dihadang oleh masyarakat adat desa Lewonara yang mana kejadiannya sama seperti kunjungan Bupati ke Desa Lamabunga dalam rangka pelantikan Kepala Desa terpilih enam tahun silam, namun dalam perjalanannya Bupati pun diblok dan dihadang sehingga Bupati akhirnya memilih pulang dan pelantikan Kades terpilih desa Lamabunga pun batal dilakukan sampai dengan saat ini.
2. Bupati terkesan lambat dalam menanggapi dan menyikapi kedua permasalahan ini sehingga dampaknya sangat merugikan warga desa terkait. Karena pura-pura lupa atau karena memang sengaja membiarkan kedua gejolak ini berkembang, maka sikap Bupati ini membuat gejolak Lewonara-Riangbunga akhirnya berkembang menjadi insiden berdarah(perang) yang memakan korban jiwa, sedangkan kasus Kepala Desa Lamabunga akhirnya berbuntut pada kefakuman jabatan Kades desa Lamabunga selama 6 tahun.
              Selain kesamaan antara kasus Lewonara-Riangbunga dan kasus Kepala Desa Lamabunga yang sudah diuraikan diatas, ada pula satu perbedaan yang bisa kita lihat dan dapatlah kita gunakan sebagai bahan evaluasi untuk lebih mendorong dan memotifasi kita anak-anak Lamabunga adalah bahwa sadar atau tidak sadar insiden berdarah Lewonara-Riangbunga telah menyita perhatian publik dan secara otomatis menyeret Pemda Flotim sampai kepada Gubernur dan Kapolda NTT, serta Dandim untuk ikut andil dalam upaya penyelesaiannya. Sedangkan kasus Kepala Desa Lambunga sepertinya tenggelam jauh kedalam kebisuan kita anak-anak lewo Lamabunga. Sampai kapan kita diam? Sampai kapan kita menunggu dan menunggu? Apakah kita tidak sanggup? Mungkin sebagian saudara-saudari-ku baik yang berada di lewotanah ataupun yang berada diluar pernah mengupayakan jalan keluar dengan berbagai cara tapi alangkah baiknya kita mencoba dan mencoba lagi. Saya sendiri pasti tidak sanggup, tapi ketika saya bersama kakak-arik wahan kae, ketika kita bergandengan tangan bersama-sama, maka saya sangat optimis kita bisa, kita mampu berbuat sesuatu untuk membuka mata hati Pemda untuk menyelesaikan permasalahan di lewotanah kita. Kapan kita memulai? Bagaimana kita memulai?
            Seperti yang pernah saya suarakan beberapa waktu lalu, saat ini pun saya coba kembali mengajak kakak-arik, teman-teman, saudara/i-ku semua, khususnya kita yang berada di luar lewotanah, mari kita mulai dari tempat kita berada saat ini untuk bersama-sama memikirkan suatu upaya nyata sebagai wujud tanggungjawab dan kepedulian kita terhadap lewotanah. Saya mempunyai sebuah usul dan saya ingin mengajak saudara/i, kakak arik, teman-teman semua untuk melihat satu konsep sederhana ini, kita coba melihat sisi lemah dari konsep ini kemudian kita mengoreksinya dan saling memberi masukan untuk menuju pada suatu upaya yang benar-benar sistematis dan mempunyai tujuan yang terarah. Konsep sederhana itu adalah kita membuat Surat Pernyataan Sikap yang akan ditujukan kepada Pemda dan instansi terkait lainnya, yang mana isinya menghimbau/meminta/mendorong atau bisa juga memaksa pemda dan instansi yang berkaitan dengan permasalahan Kepala Desa Lamabunga ini untuk segera mencari solusi dan mengupayakan jalan keluar dari permasalahan ini. Surat pernyataan tersebut dibuat dengan bentuk dan isi yang sama untuk semua daerah, masing-masing satu untuk setiap daerah atau wilayah, yang mana masing2 daerah tersebut dikoordinir oleh satu atau lebih orang yang secara sukarela menunjuk dirinya menjadi koordinator. Kemudian surat pernyataan sikap ini akan disertai dengan tandatangan dan fotokopi KTP anggota yang menandatangani surat pernyataan tersebut sebagai data pendukung. Selanjutnya, dari semua surat pernyataan yang berasal dari semua wilayah yang dibentuk itu, akan dikumpulkan di daerah Flotim(Larantuka) yang mana kita akan sepakati kapan batas waktu pengumpulannya dan pada siapa surat-surat pernyataan tersebut dikumpul, kemudian surat pernyataan sikap yang sudah terkumpul itu oleh perwakilan-perwakilan kita, akan disampaikan atau diteruskan ke instansi pemerintah daerah terkait yang berhubungan dengan permasalahan ini. Untuk proses penyampaian surat pernyataan ini ke instansi pemerintah terkait, bisa kita bahas sedetail mungkin, mulai dari siapa-siapa perwakilan kita, sampai kepada upaya kita untuk sedapat mungkin berdialog dengan kepala instansi tersebut. Kemudian untuk sedikit memberi tekanan kepada Pemda dan instansi terkait kita coba menggandeng para wartawan dari media-media masa lokal, bisa kita gandeng secara langsung di lapangan ataupun dalam bentuk tulisan-tulisan artikel melalui surat elektronik. Disamping itu mungkin juga kita bisa menggandeng ormas-ormas, baik ormas pemuda, ormas pelajar dan mahasiswa, ataupun LSM lainnya yang berada di setiap daerah atau wilayah untuk memperkuat langkah kita dalam memberi dorongan dan tekanan kepada Pemda dan instansi terkait. Tentunya pergerakan dari ormas tersebut pun tetap harus berada dibawah kontrol dan kendali kita. Untuk menghindari gesekan-gesekan atau singgungan-singgungan dilewotanah, kita coba menampilkan/menunjukan konsep dasar kita secara jelas, arah perjuangan kita dalam posisi netral dan pemahaman- pemahaman yang menjunjung tinggi kekeluargaan. Yang perlu kita perhatikn juga adalah bahwa kita yang tergabung didalam sini adalah orang-orang yang berbicara tentang upaya penyelesaian dan bukan berbicara tentang mana yang salah dan mana yg benar. Tugas kita yang terutama adalah mendesak Pemda untuk segera mencari jalan keluar dari permasalahan ini, untuk bagaimana cara atau prosesnya, biarkan para mediator (Pemda/instansi terkait) yang akan bekerja untuk menemukan titik terangnya melalui cara-cara yang mengedepankan dialog dalam kedamaian. Kita hanya menyiapkan sebuah wacana yang akan kita usulkan ke pihak mediator ketika kita di minta untuk memberikan jalan keluar menurut versi kita yang berkecimpung disini. Untuk wacana itu akan saya sajikan secara rinci untuk dibahas dan di koreksi kita semua sebagai bahan masukan bagi Pemda/instansi terkait dalam upaya mencari solusi terbaik.