Memandang-mu slalu, tuk mengingatkan-ku

Memandang-mu  slalu,   tuk mengingatkan-ku

Laman

Sabtu, 08 Juni 2013

LAGI-LAGI KONFLIK TANAH DI ADONARA, ANTARA 'ADOBALA-REDONTENA' DIPLINTIR UNTUK KAMPANYE AK


'Jeritan keraguan dari MEREKA untuk SAYA'

Dengan dalih mengupayakan kesejahteraan masyarakat, SAYA memperjuangkan terbentuknya AK. Tapi ketika masyarakat tengah dilanda konflik, SAYA malah menungganginya, terbukti, SAYA bukannya mengupayakan solusi pe
nyelesaian konflik ini (dengan menawarkan diri SAYA sebagai mediator misalnya,) malah SAYA memanfaatkan momen ini untuk menggalang dukungan untuk AK, waduhhh apa SAYA sudah mati rasa ya?, SAYA mengajak orang untuk memperjuangkan kesejahteraannya, tapi SAYA tidak peduli bahwa saat ini dia/mereka lagi AKUT.
Hmmmmm... SAYA mestinya malu....  

karena dia atau mereka pasti bilang; 


""bantulah kami, supaya kami cepat sembuh, biar kami menjadi pejuang-MU di barisan paling depan, dalam mendukung-MU memperjuangkan kesejahteraan kita bersama..., 
Tapi bagaimana mungkin kesejahteraan kami diperjuangkan bila sakit saja kami tidak dipedulikan???"" 



(semuanya ini hanya untuk membuktikan satu keyakinan kami, bahwa dihati-MU kami ini bukan kuda yang bisa di tunggangi seenaknya, melainkan ANDA-lah yang menjadi kuda yang akan kami tunggangi untuk mencapai kesejahteraan itu)

kopi gohu, tambah lagi...heheheee

Dibawah ini saya copas tulisan Romo Amanue yang dengan jelas menyatakan keraguannya akan terbentuknya Adonara Kabupaten


Adonara Kabupaten: Apa Mesti Sekarang?
Oleh Romo Frans Amanue Pr.

Penulis kelahiran Adonara, Pastor di Lewotobi
Adonara Kabupten: mengapa tidak? Lembata saja bisa, kenapa Adonara tidak. Dari kaca mata sendiri, Adonara dianggap lebih memenuhi syarat. Tapi apakah memang itulah aspirasi rakyat? Katanya ya. Betul demikian? Kita perlu bertanya demikian karena manipulasi dan rekayasa sudah menjadi hal yang biasa dalam ulah perpolitikan kita.
Memang Adonara kabupaten sering dikedepankan sebagai urgensi, demi kepentingan rakyat, tetapi rupanya juga terselit juga soal gengsi, kebanggaan, harga diri, malah arogansi. Bahkan sementara kalangan begitu percaya diri: Adonara Kabupaten akan membawa Adonara melejit cepat, bahkan segera melewati Kabupaten Lembata dan Kabupaten induk Flores Timur.
Seberapa penuh dukungan masyarakat? Seberapa luas dan kuat keinginan orang Adonara pada lapis akar rumput untuk menjadikan Adonara Kabupaten sendiri terpisah dari Flores Timur? Cukup kuat kesan bahwa Adonara Kabupaten lebih merupakan pikiran dan kerepotan sekelompok elit (khususnya Adonara Timur), sedang massa rakyat sepertinya tidak merasa terlalu penting.
Forum Perjuangan Adonara Kabupaten (FPArK) telah dibentuk dan terus bekerja keras untuk mewujudkan keinginan tersebut. Sekarang sudah dibentuk pengganti: Panitia Perjuangan Adonara Kabupaten (PPAK). Tetapi cermati saja personalianya, entah mereka mereka itu representatip.
Baik FPArK mau pun PPAK telah bekerja keras melakukan sosialisasi tentang Adonara Kabupaten, lepas dari Kabupaten Flores Timur. Sosialisasi tersebut tentu dimaksudkan untuk bermuara pada dukungan bulat masyarakat. Tetapi tetap terkesan, rupanya orang Adonara Barat khususnya tidak terlalu bersemangat dalam hal ini, bahkan cenderung menolak.
Bagi mereka apa pentingnya, apa manfaatnya Adonara Kabupaten? Apalagi keterkaitan Adonara Barat dalam komunitas Adonara pun tidak terlalu diperhitungkan, cuma sebatas kebersamaan dalam satu pulau. Kental sekali terasa selama ini dikotomi Timur-Barat
. Sebenarnya ini bukan lah implikasi dikotomi Demon Paji sebagaimana disinyalir oleh teropong jarak jauh wartawan asal Adonara Rahman Sabon Nama, dari tempat mukimnya Bali nun jauh di sana. Karena Demon tidak identik dengan Adonara Timur, pun Paji tidak identik dengan Adonara Barat. Sebaliknya juga tidak. Orang orang dari Kecamatan Kluba Golit, Kecamatan Witihama dianggap Paji, tetapi dari sudut kewilayahan, mereka tergolong orang Adonara Timur.
Orang-orang Lite Kenotan dan seluruh ex Hamente Horowura tergolong orang Demon tetapi dari sudut kewilayahan, mereka tergolong orang Adonara Barat.. Orang-orang Adonara Timur, terlebih para elitnya perlu menyadari bahwa selama ini orang sepulaunya di wilayah barat cenderung dipandang sebelah mata oleh sesamanya dari Adonara Timur, bahkan terkesan arogan. Barulah ketika dibutuhkan dukungan seluruh Adonara, Adonara Barat dipandang, sehingga dilakukan sosialisi gencar untuk mendapatkan dukungan dimaksud karena kalau Adonara Barat ogah, tidak merasa perlu, kurang mendukung, Adonara Kabupaten tak akan jadi. Ketakutan orang-orang di Adonara Barat bahwa dalam Adonara Kabupaten nanti dominasi Adonara Timur atas Adonara Barat semakin menguat, bukanlah mengada-ada.
FPArK dan sekarang Panitia Perjuangan Adonara Kabupaten (PPAK) mengklaim dukungan bulat masyarakat. Dasarnya ialah pernyataan para Kepala Desa dan BPD. Namun masih bisa dipertanyakan apakah benar sesungguhnya pernyataan tersebut merefleksi aspirasi masyarakat? Bukan tidak mungkin tidak.
Tim dari Universitas Gajah Mada yang diminta melakukan survey mengenai aspirasi masyarakat dan kelayakan Adonara kabarnya mendapatkan temuan yang kurang mendukung dan karena itu memberikan rekomendasi yang tidak sesuai dengan cita-cita yang dikandung FPArK dan PPAK. Sah-sah saja. Keduanya bekerja dengan misi yang berbeda. FPArK dan penerusnya bekerja dengan sasaran jelas yakni mendapatkan dukungan masyarakat Adonara karena itu lah persyaratan utama.
Karena itu, baik FPArK mau pun PPAK berusaha mati-matian untuk mendapatkan dukungan dimaksud. Kepentingan mereka jelas: Adonara Kabupaten. Maka kalau ada yang masih tidak setuju, diusahakan agar juga setuju, supaya persyaratan terpenuhi. Lain halnya dengan Tim Gajah Mada. Misi yang diembannya melalui studi lapangan ialah mendapatkan data riil sebagaimana adanya, seperti apa gambaran suara-suara pro dan kontra. Adonara jadi Kabupaten atau tidak, bukan lah kepentingan mereka.
Perjuangan sepertinya hendak memasuki tahapan tahapan akhir dengan pernyataan setuju oleh DPRD periode 2004-2009 menjelang akhir masa bhakti mereka. Terakhir Bupati Simon juga sudah membubuhkan tanda tangan setuju. Maka ramailah orang-orang pintar bicara tentang muatan politik pada sikap DPRD pun Bupati.
Apa lagi kalau bukan perhitungan politik. Mengapa justeru mendekat akhir masa tugas, ketika sudah ternyata dari hasil Pemilu bahwa sebagian besar dari 14 anggota DPRD yang mewakili Adonara tidak terpilih lagi untuk masa jabatan 2009-2014 barulah DPRD bersuara bak pahlawan perjuangan? Jangan-jangan mereka sedang menghitung peluang terpilih menjadi anggota DPRD di Kabupaten Baru, setelah kehilangan kursi di DPRD Flores Timur sekarang.
Mengapa Bupati Simon akhirnya membubuhkan tanda tangan setuju, justeru ketika Pilkada tinggal hitung bulan saja? Kalkulasi politik mengambil hati warga Adonara untuk memberi suara buat dia untuk menjadi Bupati Flotim periode kedua nanti? Bisa ya, bisa tidak.
Kini, usulan Adonara menjadi Kabupaten sudah diajukan ke Propinsi untuk diproses seterusnya. Mungkin saja waktu kini agak kurang menguntungkan tatkala muncul suara-suara yang menghendaki moratorium pemekaran. Akhir akhir ini memang terdengar suara suara yang menilai negatip pemekaran, artinya tujuan tidak tercapai secara memuaskan. Ada lah Gubernur Lemhanas yang menyatakan bahwa dari 205 daerah pemekaran baru sejak tahun 1999-2009 (7 propinsi dan 198 Kabupaten/Kota),80 % dianggap gagal (Kompas, 30 September 2009).
Harian Kompas memberitakan bahwa evaluasi Depdagri atas kinerja daerah berdasarkan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah menunjukkan bahwa dari Daerah pemekaran baru (periode 1999-2007), hendak dievaluasi 148 Daerah. Ternyata terdapat 71 daerah yang tidak menyampaikan laporan kinerja pemerintahannya. Berarti sangat buruk Laporan saja tidak dibuat. Dari daerah yang melaporkan penyelenggaraan pemerintahannya, 49 daerah kinerjanya tinggi, 28 kabupaten kinerjanya rendah.
Tri Ratnawati, seorang peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, menilai bahwa otonomi daerah yang sebenarnya bertujuan baik, yaitu mendekatkan pemerintahan kepada masyarakat, tapi dalam pelaksanaannya selama 10 tahun terakhir lebih sering menunjukkan dampak negatifnya. (Kompas, Kamis, 17 Desember 2009, hl.5). Berarti peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pelayanan publik tidak tercapai.
Lalu siapa yang untung? Harun Al Rasyid, anggota DPD periode 2004-2009 secara terbuka menyatakan bahwa pengalaman di banyak daerah otonom baru menunjukkan nilai tambah lebih dirasakan elite yang mendapat posisi atau jabatan baru. (Kompas, 30 September 2009). Boleh saja kita bertekad bahwa Adonara pasti lain.
Tetapi hasil evaluasi tersebut di atas sangat penting dianalisis untuk mengetahui mengapa pencapaian tujuan pemekaran hanya segitu, sebelum dilakukan pemekaran lagi, agar kita tidak terantuk lagi pada batu yang sama. Para elit Adonara perlu belajar dari kegagalan (tentu juga keberhasilan) daerah-daerah hasil pemekaran demi Adonara kabupaten yang lebih berjaya.
Taroh lah bahwa Adonara menjadi kabupaten. Perangkat-perangkat birokrasi baru harus dibentuk, kantor-kantor dan sarana-sarana pelayanan publik serta infrastruktur lainnya mesti dibangun. Tentu akan terbuka lapangan kerja sekian banyak.
Dengan sendirinya akan terjadi sekian banyak dana yang mesti dikucurkan Pemerintah Pusat ke Kabupaten Adonara, baik untuk berbagai pembangunan sarana fisik, belanja barang mau pun belanja pegawai dan belanja publik lainnya. Berarti pula pengurasan dana sekian besar dari kocek pusat. Tak apalah kalau semuanya bakal melahirkan (Kabupaten) Adonara yang lebih makmur, sejahtera, adil merata, tentram dan damai.
Jika tidak? Mari bercermin pada laporan dalam DutaMasyarakat. com 5 Nopember 2009 bahwa dari 500 lebih kabupaten/kota dan propinsi (termasuk yang baru dimekarkan), hanya 17 kabupaten/kota yang pengelolaan keuangannya mendapat penghargaan dari Depkeu. Lainnya? Berarti kemampuan daerah-daerah otonom kita untuk mengelola keuangan parah. Jangan-jangan Adonara (baru kabupaten) nantinya bakal masuk ke lorong gelap yang seperti ini pula.
Issue yang agak provokatip yang menjadi dasar perjuangan Adonara Kabupaten ialah bahwa selama ini Adonara kurang diperhatikan: pelayanan buruk/lambat, diskriminatip, kemiskinan, pembangunan tidak merata, isolasi. Taruhlah itu semua benar.
Tetapi baiklah kita bertanya diri secara jernih: Salah siapa? Birokrasi Pemerintah tingkat kabupaten saja, penuh diisi oleh anak-anak Adonara. Bahkan dari 10 SKPD yang ada (catatan tahun 2008), 7 pimpinannya anak Adonara. 14 anggota DPRD Flores Timur (dari 30) adalah anak Adonara. Maka kalau nasib Adonara hanya seperti itu, tidak memuaskan, salah siapa?
Mengapa mereka-mereka ini tidak cukup berjuang sehingga Adonara lebih agak diperhatikan, kebagian kue pembangunan yang kurang lebih adil? Jangan-jangan itu semua dikarenakan kita (kader-kader asal Adonara di birokrasi dan DPRD Flotim) sudah kehilangan semangat asali: gelekat lewo gewayan tana, me-an, deket, digantikan dengan nilai baru dalam wujud semangat ingat diri, kelompok, keluarga, suku, wilayah sendiri-sendiri, cari aman, telah menjadi nilai baru? Dan kalau kebanyakan dari kader-kader ini lah yang nantinya mengisi (mendominasi?) formasi dalam birokrasi Adonara, kita patut tidak bersikap terlalu optimis tentang Adonara Kabupaten nanti.
Bukan tidak mungkin apa yang dikeluhkan sebagai perlakuan diskriminatif dalam kesatuan Flores Timur sekarang akan pula menjelma di Adonara nanti: Timur-Barat, Demon-Paji, sukuisme, nepotisme dsb. Siapa pun juga anak Adonara perlu menyadari bahwa benih kesukuan, etnosentris, primordial cukup kuat mengakar di kalangan orang-orang Adonara.
Cermati saja kehidupan sosial orang orang Adonara di pusat pemerintahan Flores Timur dalam bentuk kelompok-kelompok arisan berdasarkan wilayah. Sendiri-sendiri mereka mengelompok, dan barangkali dari sini pula elit-elit tertentu diam-diam membangun basis dukungan politiknya.
Tentu saja sempit. Semangat seperti ini bukan mustahil akan dibawa serta ke Adonara Kabupaten dan merasuki massa rakyat sederhana di sana. Bukan tidak mungkin bahwa sesudah Kabupaten Adonara terbentuk, akan terjadi pertarungan ramai dan sengit sekian banyak kader untuk menjadi Bupati, tiap-tiapnya akan tampil di medan laga dengan basis dukungan primordial: wilayah, suku, keluarga.
Bukan tidak mungkin pemilihan Bupati di Adonara menjadi ajang berdarah-darah, bahkan tidak berhasil memilih seorang Bupati. Masih segar ingatan kita akan proses Pilkada 2005 lalu: Partai Golkar tidak bisa mengajukan calon karena tidak berhasil menetapkan seorang calon (Cabup-Cawabup) karena kader-kader dari Adonara saling memaksakan kehendak untuk mesti ditetapkan menjadi Calon.
Dalam realitas seperti ini, “Adonara Kabupaten”, sekarang ini, mengandung risiko yang terlalu besar dengan biaya yang terlalu mahal. Bisa-bisa bukan peningkatan dan pemerataan kesejahteraan malah penyebaraan KKN, pertarungan antar elit, konflik antar wilayah/komunitas/suku. Lantas kita berjuang lagi untuk pemekaran baru: Adonara Timur – Adonara Barat atau Adonara Utara- Adonara Selatan, atau Ile Boleng- Bukit Seburi atau apa lah?
Flores Timur lima tahun terakhir ini sebenarnya sudah mulai memancarkan optimisme bahwa kita sedang di jalan menjadi lebih baik, lebih sejahtera, lebih adil dan makmur berkat kebijakan Pemerintah yang lebih pro rakyat. Dengan program pokok yakni pemenuhan kebutuhan dasar rakyat (makan, air bersih, pendidikan, kesehatan, penerangan), rasanya kita sedang berada di jalan yang benar.
Reformasi birokrasi telah dilakukan untuk seterusnya meningkatkan pelayanan publik secara lebih lancar dan lebih penuh. Pemberantasan dan pencegahan korupsi didorong. pembangunan dan peningkatan infrastruktur jalan sedang dilaksanakan: jalan negara direhab dan ditingkatkan kualitasnya. Jalan propinsi, jalan kabupaten, jalan desa tengah gencar dibangun.
Jalan-jalan di Adonara sedang ditingkatkan kualitas dan jangkauannya mencapai wilayah-wilayah pedalaman yang selama ini terisolir: Telusuri saja jalan Tobilota-Waiwerang. Walau belum sampai pada tingkatan hot-mix, tetapi sudah jauh lebih enak dilewati kendaraan bermotor.
Makin hari makin ramai. Jalan Tanah Merah-Kolilanang- Mangaaleng sampai mencapai jalan utama Waiwerang-Sagu sudah cukup layak dilewati. Malah ruas jalan Dua Tukan - Kolilanang sudah beraspal mulus. Jalan Kolilanang-Kolimasang-Sagu sudah bukan soal lagi. Sedang ruas utama Waiwerang-Sagu sedang dalam pengerjaan (rehab dan peningkatan).
Ruas Jalan Waiwadan-Lite-Waiwerang sedang dikerjakan dan kabarnya sudah mencapai Lite. Upaya membuka isolasi wilayah pun sudah dan terus dikerjakan. Adonara Barat semakin terbebas dari isolasi. Jaringan jalan sudah membentang dari Waiwadan mencapai Desa-Desa di perbukitan di belakangnya. Koliwoten, Mudatonu, Leter, Wahelan, Era-Ubek, Kebang-Belodua sudah bisa dijangkau dari Waiwadan.
Malah sudah terbentang juga jalan yang menghubungkan Wahelan-Bui Bayuwuan-Lite. Adonara Timur apa lagi. Di Solor juga kita lihat bahwa pembangunan infrastruktur jalan mulai meretas isolasi. Paling kurang sudah dan tengah berjalan. Sekarang juga sedang dikerjakan jalan-jalan di Tanjung Bunga, Lewolema, Titehena, Wulanggitang. Transportasi antar pulau sudah rutin, teratur, lancar, nyaman dan aman.
Pemekaran kecamatan-kecamatan dimaksudkan antara lain untuk mendekatkan pelayanan publik. Adonara sendiri mekar mejadi 8 kecamatan. Pelayanan pemerintahan (kabupaten) yang semakin hadir di tengah publik lewat kecamatan-kecamatan tersebut.

Dari kenyataan ini harus kita katakan bahwa Flores Timur saat ini memberi harapan bahwa pelayanan publik akan semakin lancar dan dekat, isolasi akan teretas tuntas, pembangunan akan semakin merata dan lebih menjawabi kebutuhan masyarakat, sehingga kemiskinan tidak akan jadi persoalan yang terlalu memusingkan. Capaian kita sekarang mungkin belum apa-apa, tetapi sudah bisa menjadi titik tolak untuk berlangkah lebih lanjut, meneruskan bahkan meningkatkan.
Kita kini di ambang Pemilukada. Kita akan memilih bupati baru untuk lima tahun ke depan. Ada cukup banyak tokoh yang bilang dirinya mampu dan pantas, karena itu mencalonkan diri. Tetapi yang kita butuhkan ialah seorang bupati yang tidak melihat jabatan ini sebagai tempat cari makan.
Menjadi kepentingan rakyat banyak bahwa Bupati kita kiranya memandang jabatannya sebagai sebuah panggilan untuk mengabdi, gelekat lewo gewayan tana, menjadi Pemimpin yang punya hati sungguh pro rakyat, yang tahu dan peka menangkap persoalan dasar rakyat (felt-need), yang mau terjun dan merasakan langsung denyut kehidupan masyarakat, yang rela turut menjadi senasib dan sepenanggungan dengan rakyat.
Jika demikian lah hasil Pilkada 2010 nanti, yang meneruskan dan meningkatkan serta mempertajam capaian-capaian kita selama lima tahun terakhir ini, Flores Timur ke depan akan semakin cerah: Flores Timur daratan, Solor, Adonara. Lamaholot bakal semakin berjaya. Hidup akan terus berwarna-warni dan semakin indah dalam keragaman Lamaholot. Mengapa elit Adonara kini malah berencana memisahkan diri dari saudara saudara serumpun? Tidak cukup bahagia hidup bersama, berbagi suka dan duka bersama saudara-saudara serumpun Lamaholot?
Mau pulang kampung, biar bisa jadi besar (bupati) di kampung sendiri, karena tidak pernah bisa berhasil selama ini menjadi Bupati Flores Timur? Apa berharap, bahkan yakin jadi lebih makmur sejahtera sendiri dan tidak usah repot dengan orang lain bukan Adonara? Sesempit itukah kita? Adonara Kabupaten bukan tidak boleh, sama sekali bukan tidak bisa juga. Tetapi biarlah nanti, di suatu hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar