Memandang-mu slalu, tuk mengingatkan-ku

Memandang-mu  slalu,   tuk mengingatkan-ku

Laman

Selasa, 14 Mei 2013

KEHIDUPAN DALAM BUDAYA LAMAHOLOT

                                                                                                                                     Don Bosco
oleh;
Boro Beda Darius

Disadur dari catatan lepas D’klawes

Kharisma hidup nenek moyang kira tempo doeloe, sungguh luar biasa. Kharisma luar biasa (super) itu justru tumbuh, hidup, dan berkembang oleh dukungan ketulusan, kemurnian dan kejujuran nurani yang asli, asali, dan orisinal dimasa di masa itu. Kemurnian pikiran dan nurani dan pikiran yang sungguh bersih dan imun dari pengaruh politik egosentris. Charisma unggul ini belum terkontaminasi oleh pengaruh buruk manapun. Di masa dulu yang bersahaja, mereka mampu mempersembahkan upeti demi mempererat persahabatan, mahar kawin – kawinan, barteran bantuan demi membina dan memupuk kekerabatan antar lewo, antar nuha (pulau), seperti : Persembahan sumber air oleh kampung Lamahelan – Adonara, kepada kampong tanahole / lamaole – solor. Persembahan air oleh kampong  Lewotolok – lembata, kepada kampong Horowura – Riangbaka di adonara, yakni wai belolon (=wai lake wae). Sungguh mistis dan gaip. Tapi itulah realitah masa lalu yang tidak dapat dipungkiri, walaupun
kurang masuk akal sehat. Seolah sangaat mudahnya mereka memindahkan mata air dari sebuah tempat ke tempat lainnya, bahkan antar nuha / pulau. Dalam keluguan, kemurnian dan kejujuran nurani mereka di masa lalu ini, nenk moyang kita mampu menata kehidupan menurut citra, antara lain :-        
= Kehidupan berideologi,-        
=Kehidupan berpolitik,-        
=Kehidupan ekonomi, dan,-         
=Kehidupan social.

Tatanan kehidupan sebagai mana tersebut di atas ditata rapi dan bersahaja, melalui proses:UKU GAHING TA’O TIWANG, danHAYU BAYA. Uku gahing, ta’o tiwang, dan hayu baya sungguh sarat dengan nilai moral dan sungguh menjadi pedoman arah kehidupan di masa lampau, walaupun momentum ini tidak tertulis. Mereka mampu menetap aturan – aturan yang tidak tertulis, demi harmonisasi kehidupan manusia. Ketetapan tidak tertulis yang sungguh mendekati nilai bibli. Padahal huruf A sebesar gunungpuntidak mampu mereka baca. Nenek moyang kita telah mampu menetapkan piranti – piranti kehidupan masa lalu, yang terbawa dan berpengaruh untuk menjadi piranti hidup kita saat ini. Masih marakkah piranti ini tertananm dalam benak kita di saat ini? Masikah kita menerimanya dan mau menerapkan pernik masa lalu ini dalam hidup kita saat ini? Nenek moyang kita ternyata mereka mampu walaupun buta huruf / buta aksara. Mereka tidak buta hati. Justru hati nurani mereka berpotensi menerawangi kehidupan bersama yang sesungguhnya, dan hidup bermasyarakat dalam kesejatian arti.Kemampuan mereka menjadi “ada” seolah mereka setia didampingi oleh “siri gokok” (burung illusif pembawa rezeki, keberuntungan, kemampuan / kemahiran). Atau bisa saja nurani mereka yang murni kejujuran mengalami menuno buno (ketiban bintang / kejatuhan bintang) yang memampukan nalar mereka dan memahirkan akal budi mereka. Keseharian dalam budaya lamaholot, senantiasa berasas dan bersendikan pepatah – petitih arif : 'Budi dike Ata budi isiken selaka, Nina sare Ata na woraken belaon'. Serta menerapkan keutamaan dalam keteladanan :'Kakan dike aring sare Koda mela kirin sare Koda keru kirin baki Nulu mela walen kelemu'
Dalam pembaharuannya, budaya kehidupan lamaholot mengacu pada “asa” (kemuha), yakni :
1.       Asa reket leu,
2.       Asa lewo mehene,
3.       Asa kenew’ang,
4.       Asa laba beahe,
5.       Ata molang / puli toben,
6.       Asa lelu bur’ang, dan
7.       Asa kdang kenere.    

1.       Kehidupan berideologi
Nenek moyang kita mencari koda kiring dan menimba kekuatan ( koda mur’eng kirin berek’ang ) pada “ kayo pukeng – wai matan “. Mereka berkeyakinan bahwa di kayo pukeng – wai matang mereka mendapatkan kekuatan alami maha dasyat dalam rupa :Koda bo pue, kiring bo bereka, Koda bo mure, kiring bo bene,Koda bow lo / blo, kiring bo beleok / weleok, Koda keru, kiring baki. Selain itu mereka yakin bahwa yang maha tinggi, Dewa Rera Wulan – Guana Tana Ekan ada dan hadir di sana sebagai pengajar dan penganjur utama dalam keutamaanNya. Mereka mengakui ketuhanan, kerohanian /religi dengan memusatkan segala hormat dan takwa kepada dewa rera wulan – guna tana ekan, dan selanjutnya bereligare (memadu keterikatan) dengan sang wujud tertinggi. Pojok rohani di rumah – rumah adalah “ ri’e hikung lamang wanang” ( nobo kewanang wakong, sigung limang wanang ). Selain itu mereka bangunkan koke bale, orong bele, lango bel’en, dan peri nuba nara sebagai tempat berlangsungya berligare mereka dengan sang maha tinggi, dengan melaksanakan aneka ritus dan seremoni penuh takwa dan khidmat. Hal ini karena mereka yakin, bahwa yang mistis dan yang maha tinggi harus punya tempat untuk bersemayam. UW’EN NO’ONG NOBUNG KOL’ANG NO’ONG BELEDANENG Dalam melaksanakan ritus – ritus tertentu, peran sulung (weruin), serta pemegang asa kdang knere sangat di butuhkan. Karena dalam konteks urusan tertentu mereka berperan sebagai penghubung antara Bumi – Tana ekan dengan langit – rera wulan (kosmos).   

2.       Kehidupan politik
Ketika (dulu) perang masih membudaya, di terapkanlah politik perang yakni ;
a.      Koda mur’eng de’ino (menang karena koda),Koda nalang gokano (kalah karena bersalah)
b.      Kakang (aring) kemuha tobu lewo, Aring (kakang) pela’e pekeng lewung (unggul berarti menetap, kalah pasti melarikan diri).
Perang dapat terjadi karena berbagai alas an, antara lain :
       =Menegakan kebenaran (ibe mur’eng)
        =Pembelaan hak milik / kepemilikan (ata raeng dore raeng , titeng dore titeng).
        =Membela kampunmg halaman )
        =Pembelaan harkat dan martabat perempuan (puleng biha, kewatek loe, mulene lubak, dll).
         =Menebus rasa malu (liku mia)
Dalam keseharian hidup umumnya kehidupan politik melalui proses – proses seperti:
         a.      Uku gahing / guang gahing,
         b.      Peli heli / gute gatu,
         c.       Seba koda sari kirng / uku koda loak kiring,
         d.      Gete dahang,
         e.       Hayu baya,

         f.        Pepa hua,
         g.      Lepat lait / amet prat, dll

Untuk yang satu ini para pelaku tempo dulu memiliki kemampuan :
         a.      Berpikir (peteng penuket roiro)
         b.      Berbicara (tutu maring roiro)
         c.       Melaksanakan (rete raang rewaro)
         d.      Membela / pembeliaan (liko jaga roiro / liko hide di roiro


3.       Kehidupan sosial
Hidup bersama – sama (communal) di masa lalu mengutamakan peran gotong royong melalui wadah “gemohing”(gemohe = membantu,gemohing = saling membantu).
Dalam gemohing ada suasana saling meringankan beban, ada kerja sama, dengan mengamalkan kebiasaan,
     a.      Epu boit tulung tali,
     b.      Gelekat gewayang,
     c.      Tulung gelekat,
     d.      Pohe poren. 
Supaya tidak terjadi pelanggaran yang merusak tatanan gemohing dan suasana kebersamaan, maka diadakan hayu baya (taung pereket nayung bayhang) : yaitu perjanjian tidak tertulis yang identik dengan hukum, norma dan aturan. Bahkan lebih asali dan hakiki di banding hukum (sekarang) itu sendiri. Ada “murung bayhang” atau “puro lakang” (larangan – larangan) sebagai bagian dari peraturan – peraturan tidak tertulis tersebut.Dalam peristiwa tertentu seperti datangnya bencana, turo rehing, kematian beruntun, dllnya yang cenderung atau sengaja dilupakan penyebabnya, dibutuhkanlah “ ata molang” (molang pati daeng beda) atau “ata mua” (ata muking mua wadan) untuk mencarikan pokok masalanya serta sebab utama untuk diobati atau dijernihkan. Jika pelanggaran tersebut mengakibatkan sakit, maka ata molang / puli toben yang tampil untuk memberikan penyembuhannya. Sedangkan pelanggaran yang mengakibatkan bencana, turo rehing, maupun kematian beruntun dan mallapetaka lainnya, maka ata-mualah yang tampil untuk memulihkannya / menjernikannya. Ketika membangun rumah, pemegang asa laba beahe, (tukang) memberikan peran. Tentu saja dalam suasana gotong royong dan gemohing. Ketika ingin berperang, pemegang asa reket leu (para empu pembuat senjata) yang mempersiapkan peralatan perang dan memantrainya.
Dalam konteks kehidupan soaial inilah, bakal muncul strata hidup manusia menurut peran, seperti :
     1. Lewo mehene
     2. Wewa kliring alapeng
     3. Suku mehene
     4. Ribhun rathun
     5. Lewo tana ahung manukeng
     6. Nuda kenahing = nuda kelekat = namo norok
     7. Bao beto = beliwo bererang 
Selain itu diadakan juga pembagian peran untuk menjaga ketahanan kampung halaman, yang diberiakan kepada salah satu marga untuk mengambil pengawalan, antaranya :
      1. Pengawalan uaken tukan wai matan
      2. Pengawalan hikun teti
      3. Pengawalan wanan lali
      4. Pengawalan leing lau
      5. Pengawalan werang rae
      6. Pengawalan dua pola meko mirek  

4.       Kehidupan ekonomi
Pertumbuahan ekonomi dipegang oleh asa kenew’ang. di sini ada huang mang alapeng, hoding kenahing, dalam kegiatan ola lali duli dan hodang here , yang dikerjakan oleh kaum laki – laki. Ada lagi sebagian yang bergiat di bidang du’ung hope – gelu pekat, dan, ”pa’o pasing – dororng bawak”.  Perempuan lebih umum menuaikan tugas ture lawa neket tane (lo’ing holo neket tane). Hasil usaha di jual demi menopang ekonomi keluarga, yang berarti juga menjamin pertumbuahan masyarakat luas.Ekonomi keluarga sering mandek karena beruntunnya kegiatan epu bo’it tulung tali dan gelekat gewayang. Sebuah marga yang ingin melakukan / mengadakan sebuah hayatan besar, misalnya : pembuatan lango belen, tobeng lewo, pa’u lewo, standar ekonominya harus memadai, yang di istilahkan : Boka peno mele rereka, Manuk kubu to’u di ba ata Tuak keli di peno Teti woyon limang lema di noong keluokMensyukuri hasil yang diperoleh, kemampuan ekonomi keluarga, dan selesainya sebuah usaha dan perhelatan, dilakukan ritus – ritus :
       a.      Pa’o bo’e / behing bau + hading hadang di lango bel’en dan ditempat – tempat sakrali lainnya.
       b.      Bu’a hira / pereok, yang dilaksanakan dirumah masing – masing atau sebuah rumah yang dituahkan oleh marga yang bersangkutan, dengan menghadirkan seluruh anggota keluarga serumpun marga.
Prinsip hidup ekonomi, antara lain :
      =Ata ra’eng dore ra’eng,tit’eng dore tit’eng.Ake loit ata tuak, ake lawek ata woyong.Ake ehing belub’ang,ake lako buat.
       =Tekang tabe gike ukung,tenu tabe pekat neak.
       =Tange to’u no’ong na’eng to’uTahaka wahang kae tit’eng.
       =Tekang mete peteng koda (tekang mete pete kiringTenu mete hukut kiring (tenu mete loyak kliring)
Kehidupan ekonomi dikatakan baik apabila :
"Tekang bohu tenu seba Tekang noong berehing Tenu noong raineng Tele towe noong mapaneng meneleng Turu tobo di heri natana" (sandang pangan papan)  

Perkampungan tua
Citra perkampungan yang berideologi, Politik, ekonomi dan social.
       a.      Kenere (tenara matan) : Pintu gerbang (Keluar – masuk pada tempatnya)
       b.      Sobaratu (patung laki – laki bertampang garang dan ksatria) : mengawali pinmtu gerbang. Makna; Heroic : menjaga dan melindungi lewo. Ramah : menerima danmengantar tamu, melepas pergikan warga lewo yang bepergian, dan menyambut warga yang kembali ke lewo
        c.       Nobo merik : tempat duduk para penatua lewo dalam moment uku gahing, hayu baya dan penerapan demokrasi di lewo. 
        d.      Namang = be’ela (alun - alum) : halaman untuk diadakannya pagelaran, (tubu ua, sole oha, hedung hamang, dll ) juga sebagai tempat pelaksanaan ritus – ritusyang melibatkan warga lewo.
        e.       Sebaun = Bale = Basa : tempat pertemuan adapt dan umum, Tempat pelaksanan demokrasi dilewo. Hannya dengan bunyi kobuloning, warga sudah berkumpul
        f.        Menula : tempat diadakannya ritu – ritus tolak bala / bencana (nuung mayang), wabah, hama,dll
        g.      Urut wai : tempat berlangsungnmya seremoni untuk memohon turunnya hujan.
        h.      Laka : pondok dan pelatarannya, tempat berlangsungnya upacara gahing untuk berburu, sekaligus menjadi tempat untuk pesta perburuan.
        i.         Ike kewa’at lewo :
                  1.       Koke bale
                  2.       Eking
                  3.       Nuba nara
                  4.       Lango bel’en
                  5.       Oring bele

Tidak ada komentar:

Posting Komentar